Jumat, 20 Januari 2012

ARSITEKTUR TRADISIONAL KALTIM

Bagian dan Konstruksi Rumah Tradisonal Banjar

KALIMANTAN TIMUR - Arsitektur Tradisional
 
Bagian dan Konstruksi Rumah Tradisonal Banjar

Pondasi, Tiang dan Tongkat

Keadaan alam yang berawa-rawa di tepi sungai sebagai tempat awal tumbuhnya rumah tradisional Banjar, menghendaki bangunan dengan lantai yang tinggi. Pondasi, tiang dan tongkat dalam hal ini sangat berperan. Pondasi sebagai konstruksi paling dasar, biasanya menggunakan kayu Kapur Naga atau kayu Galam. Tiang dan tongkat menggunakan kayu ulin, dengan jumlah mencapai 60 batang untuk tiang dan 120 batang untuk tongkat.

 Kerangka

Kerangka rumah ini biasanya menggunakan ukuran tradisional depa atau tapak kaki dengan ukuran ganjil yang dipercayai punya nilai magis / sakral. Bagian-bagian rangka tersebut adalah :

   1. susuk dibuat dari kayu Ulin.
   2. Gelagar dibuat dari kayu Ulin, Belangiran, Damar Putih.
   3. Lantai dari papan Ulin setebal 3 cm.
   4. Watun Barasuk dari balokan Ulin.
   5. Turus Tawing dari kayu Damar.
   6. Rangka pintu dan jendela dari papan dan balokan Ulin.
   7. Balabad dari balokan kayu Damar Putih. Mbr>
   8. Titian Tikus dari balokan kayu Damar Putih.
   9. Bujuran Sampiran dan Gorden dari balokan Ulin atau Damar Putih.
  10. Tiang Orong Orong dan Sangga Ributnya serta Tulang Bubungan dari balokan kayu Ulin, kayu Lanan, dan Damar Putih.
  11. Kasau dari balokan Ulin atau Damar Putih.
  12. Riing dari bilah-bilah kayu Damar putih.

 Lantai

Di samping lantai biasa, terdapat pula lantai yang disebut dengan Lantai Jarang atau Lantai Ranggang. Lantai Ranggang ini biasanya terdapat di Surambi Muka, Anjung Jurai dan Ruang Padu, yang merupakan tempat pembasuhan atau pambanyuan. Sedangkan yang di Anjung Jurai untuk tempat melahirkan dan memandikan jenazah. Biasanya bahan yang digunakan untuk lantai adalah papan ulin selebar 20 cm, dan untuk Lantai Ranggang dari papan Ulin selebar 10 cm.

Dinding

Dindingnya terdiri dari papan yang dipasang dengan posisi berdiri, sehingga di samping tiang juga diperlukan Turus Tawing dan Balabad untuk menempelkannya. Bahannya dari papan Ulin sebagai dinding muka. Pada bagian samping dan belakang serta dinding Tawing Halat menggunakan kayu Ulin atau Lanan. Pada bagian Anjung Kiwa, Anjung Kanan, Anjung Jurai dan Ruang Padu, terkadang dindingnya menggunakan Palupuh.

 Atap

Atap bangunan biasanya menjadi ciri yang paling menonjol dari suatu bangunan. Karena itu bangunan ini disebut Rumah Bubungan Tinggi. Bahan atapnya terbuat dari sirap dengan bahan kayu Ulin atau atap rumbia.

Ornamentasi (Ukiran)

Penampilan rumah tradisional Bubungan Tinggi juga ditunjang oleh bentuk-bentuk ornamen berupa ukiran. Penempatan ukiran tersebut biasanya terdapat pada bagian yang konstruktif seperti tiang, tataban, pilis, dan tangga. Sebagaimana pada kesenian yang berkembang dibawah pengaruh Islam, motif yang digambarkan adalah motif floral (daun dan bunga). Motif-motif binatang seperti pada ujung pilis yang menggambarkan burung enggang dan naga juga distilir dengan motif floral. Di samping itu juga terdapat ukiran bentuk kaligrafi. Kaligrafi Arab merupakan ragam hias yang muncul belakangan yang memperkaya ragam hias suku Banjar.






Rumah Adat Kalimantan Timur
KALIMANTAN TIMUR - Arsitektur Tradisional

 

Rumah Adat Kalimantan Timur
Sejarah dan Perkembangan Rumah Adat Banjar


Rumah adat Banjar, biasa disebut juga dengan Rumah Bubungan Tinggi karena bentuk pada bagian atapnya yang begitu lancip dengan sudut 45ยบ.

Bangunan Rumah Adat Banjar diperkirakan telah ada sejak abad ke-16, yaitu ketika daerah Banjar di bawah kekuasaan Pangeran Samudera yang kemudian memeluk agama Islam, dan mengubah namanya menjadi Sultan Suriansyah dengan gelar Panembahan Batu Habang.

Sebelum memeluk agama Islam Sultan Suriansyah tersebut menganut agama Hindu. Ia memimpin Kerajaan Banjar pada tahun 1596 – 1620.

Pada mulanya bangunan rumah adat Banjar ini mempunyai konstruksi berbentuk segi empat yang memanjang ke depan.

Namun perkembangannya kemudian bentuk segi empat panjang tersebut mendapat tambahan di samping kiri dan kanan bangunan dan agak ke belakang ditambah dengan sebuah ruangan yang berukuran sama panjang. Penambahan ini dalam bahasa Banjar disebut disumbi.

Bangunan tambahan di samping kiri dan kanan ini tamapak menempel (dalam bahasa Banjar: Pisang Sasikat) dan menganjung keluar.

Bangunan tambahan di kiri dan kanan tersebut disebut juga anjung; sehingga kemudian bangunan rumah adat Banjar lebih populer dengan nama Rumah Ba-anjung.

Sekitar tahun 1850 bangunan-bangunan perumahan di lingkungan keraton Banjar, terutama di lingkungan keraton Martapura dilengkapi dengan berbagai bentuk bangunan lain.

Namun Rumah Ba-anjung adalah bangunan induk yang utama karena rumah tersebut merupakan istana tempat tinggal Sultan.

Bangunan-bangunan lain yang menyertai bangunan rumah ba-anjung tersebut ialah yang disebut dengan Palimasanemas dan perak. sebagai tempat penyimpanan harta kekayaan kesultanan berupa

Balai Laki adalah tempat tinggal para menteri kesultanan, Balai Bini tempat tinggal para inang pengasuh, Gajah Manyusu tempat tinggal keluarga terdekat kesultanan yaitu para Gusti-Gusti dan Anang.

Selain bangunan-bangunan tersebut masih dijumpai lagi bangunan-bangunan yang disebut dengan Gajah Baliku, Palembangan, dan Balai Seba.

Pada perkembangan selanjutnya, semakin banyak bangunan-bangunan perumahan yang didirikan baik di sekitar kesultanan maupun di daerah-daerah lainnya yang meniru bentuk bangunan rumah ba-anjung.

Sehingga pada akhirnya bentuk rumah ba-anjung bukan lagi hanya merupakan bentuk bangunan yang merupakan cirikhas kesultanan (keraton), tetapi telah menjadi ciri khas bangunan rumah penduduk daerah Banjar.

Rumah Adat Banjar di Kalteng dan Kaltim


Kemudian bentuk bangunan rumah ba-anjung ini tidak saja menyebar di daerah Kalimantan Selatan, tetapi juga menyebar sampai-sampai ke daerah Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.

Sekalipun bentuk rumah-rumah yang ditemui di daerah Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur mempunyai ukuran yang sedikit berbeda dengan rumah Ba-anjung di daerah Banjar, namun bentuk bangunan pokok merupakan ciri khas bangunan rumah adat Banjar tetap kelihatan.

Di Kalimantan Tengah bentuk rumah ba-anjung ini dapat dijumpai di daerah Kotawaringin Barat, yaitu di Pangkalan Bun, Kotawaringin Lama dan Kumai.

Menyebarnya bentuk rumah adat Banjar ke daerah Kotawaringin ialah melalui berdirinya Kerajaan Kotawaringin yang merupakan pemecahan dari wilayah Kerajaan Banjar ketika diperintah oleh Sultan Musta’inbillah yang memerintah sejak tahun 1650 sampai 1672, kemudian ia digantikan oleh Sultan Inayatullah.

Menyebarnya bentuk rumah adat Banjar sampai ke daerah Kalimantan Timur disebabkan oleh banyaknya penduduk daerah Banjar yang merantau ke daerah ini, yang kemudian mendirikan tempat tinggalnya dengan bentuk bangunan rumah ba-anjung sebagaimana bentuk rumah di tempat asalmereka.

Demikianlah pada akhirnya bangunan rumah adat Banjar atau rumah adat ba-anjung ini menyebar kemana-mana, tidak saja di daerah Kalimantan Selatan, tetapi juga di daerah Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.

Jenis-jenis Rumah Adat Banjar


    * Bubungan Tinggi Rumah Bubungan Tinggi
    * Gajah Baliku
    * Gajah Manyusu
    * Balai Laki
    * Balai Bini
    * Palimbangan
    * Palimasan (Rumah Gajah)
    * Anjung Surung (Rumah Cacak Burung)
    * Tadah Alas
    * Lanting
    * Joglo Gudang
    * Bangun Gudang

Kondisi Rumah Adat Banjar


Akan tetapi sekarang dapat dikatakan bahwa rumah ba-anjung atau rumah Bubungan Tinggi yang merupakan arsitektur klasik Banjar itu tidak banyak dibuat lagi.

Sejak tahun 1930-an orang-orang Banjar hampir tidak pernah lagi membangun rumah tempat tinggal mereka dengan bentuk rumah ba-anjung.

Masalah biaya pembangunan rumah dan masalah areal tanah serta masalah mode nampaknya telah menjadi pertimbangan yang membuat para penduduk tidak mau membangun lagi rumah-rumah mereka dengan bentuk rumah ba-anjung.

Banyak rumah ba-anjung yang dibangun pada tahun-tahun sebelumnya sekarang dirombak dan diganti dengan bangunan-bangunan bercorak modern sesuai selera jaman.

Tidak jarang dijumpai di Kalimantan Selatan si pemilik rumah ba-anjung justru tinggal di rumah baru yang (didirikan kemudian) bentuknya sudah mengikuti mode sekarang.

Apabila sekarang ini di daerah Kalimantan Selatan ada rumah-rumah penduduk yang mempunyai gaya rumah adat ba-anjung, maka dapatlah dipastikan bangunan tersebut didirikan jauh sebelum tahun 1930.

Untuk daerah Kalimantan Selatan masih dapat dijumpai beberapa rumah adat Banjar yang sudah sangat tua umurnya seperti di Desa Sungai Jingah, Kampung Melayu Laut (Kota Banjarmasin), Desa Teluk Selong, Desa Dalam Pagar (Martapura), Desa Tibung, Desa Gambah (Kandangan), Desa Birayang (Barabai), dan di Negara.

Masing-masing rumah adat tersebut sudah dalam kondisi rusak sama sekali. yang amat memprihatinkan, banyak bagian-bagian rumah tersebut yang sudah

Pemerintah sudah mengusahakan subsidi buat perawatan bangunan-bangunan tersebut. Namun tidak jarang anggotakeluarga pemilik rumah menolak subsidi tersebut karena alasan-alasan tertentu , seperti malu atau gengsi. Karena merasa dianggap tidak mampu merawat rumahnya sendiri.

Bagaimanapun keadaan rumah-rumah tersebut, dari sisa-sisa yang masih bisa dijumpai dapat dibayangkan bagaimana artistiknya bangunan tersebut yang penuh dengan berbagai ornamen menarik.
Filsafat Rumah Adat Banjar

Pemisahan jenis dan bentuk rumah Banjar sesuai dengan filsafat dan religi yang bersumber pada kepercayaan Kaharingan pada suku Dayak bahwa alam semesta yang terbagi menjadi 2 bagian, yaitu alam atas dan alam bawah.

Rumah Bubungan Tinggi merupakan lambang mikrokosmos
dalam makrokosmos yang besar.

Penghuni seakan-akan tinggal di bagian dunia tengah yang diapit oleh dunia atas dan dunia bawah.

Di rumah mereka hidup dalam keluarga besar, sedang kesatuan dari dunia atas dan dunia bawah melambangkan Mahatala dan Jata (suami dan isteri).

0 komentar:

Posting Komentar